Jodoh, kematian dan
rezeki adalah rahasia Allah yang tak bisa ditebak atau prediksi oleh siapa pun
makhluk-Nya di bumi ini. Jangankan hanya sekelas dukun, paranormal, mentalis
atau profesi sejenis lainnya, Rasulullah Saw sendiri dan para Nabi sebelumnya sama
sekali tak diberi bocoran oleh Allah Swt tentang hal ini.
Mitra Muslim - Di antara hikmah
dirahasiakannya ketiga hal itu adalah agar seluruh umat manusia senantiasa
bersemangat di dalam mengupayakannya. Agar bersegera dalam bekerja secara
keras, cerdas dan ikhlas. Sebab dengan kaya, akan banyak amalan yang bisa
dieksekusi. Apalagi dalam Islam, amat banyak ibadah yang hanya bisa dilakukan
jika pelakunya kaya, dan tak bisa dilakukan oleh umat yang keadaannya
sebaliknya; miskin. Kematian dirahasiakan jadwalnya agar insan yang hidup
selalu istiqamah dalam kebaikan. Sebab tak tahu, kapan nyawanya akan dipanggil.
Bisa dibayangkan, jika seseorang mengetahui jadwal kematiannya, tentu akan
banyak ketimpangan yang terjadi dan ketakutan massal sebab sakit yang amat
sangat ketika dicabut nyawanya oleh sang Izrail. Pun dengan jodoh. Dirahasiakan
(dengan siapa, bagaimana dan kapannya) agar manusia selalu beramal kebaikan,
memperbaiki diri dan melayakkannya, serta berupaya semaksimal mungkin dalam
mengikhtiari jodoh. Karena, meski jodoh tak akan tertukar, ia tak serta merta
diturunkan dari langit ke tujuh. Siapa benar dan sungguh-sungguh
mengupayakannya, maka Allah Swt pun akan mendatangkannya sesuai dengan
kebenaran dan kesungguhan upayanya itu. Sejatinya, jodoh tak cocok dikaitkan dengan
kata terlambat. Karena semua yang terjadi atau luput di muka bumi ini, ada
dalam kendali Kuasa Allah Swt. Semua pastilah memiliki hikmah yang banyak, di
balik kejadian ataupun luputnya sesuatu. Maka, yang dimaksud adalah
menyegerakan prosesnya. Baik segera dalam mempersiapkan diri, bersegera dalam
mengikhtiarkannya, juga tak berlama-lama ketika peluang sudah ada di depan
mata. Pasalnya, amat sangat banyak penundaan terkait jodoh yang akibatnya
fatal. Meskipun, lagi-lagi, hal itu juga termasuk dari bentuk Mahakuasanya
Allah Swt. Bukankah sudah amat banyak kisah, dimana seorang akhwat menolak
lamaran yang datang pertama kali hanya karena dalih masih belajar, kemudian
jodoh tak kunjung datang padanya? Bukankah penolakan yang pertama, bisa menjadi
pintu bagi penolakan kedua, ketiga dan seterusnya? Bukankah menolak bermakna
menunda pelaksanaan ibadah menikah yang terdapat banyak kebaikan di dalamnya?
Bukankah ikhwan yang lelet, berdalih bersiap diri tapi tak kunjung baik,
kemudian banyak alasan, lalu dirinya tak kunjung menikah sebab pilah-pilih dan
plin-plan? Bukankah orang tua yang banyak mau, terlalu hitang-hitung, banyak
pertimbangan, menjadi salah satu andil utama bagi terhambatnya pernikahan sang
buah hati? Maka, teringatlah kisah seorang rekan. Jodohnya tak kunjung datang,
sebab amat banyak kriteria yang menjadi pertimbangan diri dan orang tuanya. Ada
di antara mereka yang menolak seorang calon istri, hanya karena kulitnya kurang
putih, tingginya kurang semampai, rambutnya kurang lurus, panjang dan berkilau.
Sebagian lainnya menolak sang calon mantu setelah melihat foto yang disodorkan
oleh buah hati. Serta merta, orang yang diharapkan jadi calon mertua itu justru
berkata, “Jangan dengan yang ini, kurang cantik. Terlalu pendek juga.” Ada pula
yang menolak dengan alasan adat. Tak sesuai dengan hitung-hitungan versi
leluhurnya. Misalnya, anak ke sekian tak boleh menikah dengan anak ke sekian;
bisa terkena “laknat” leluhur. Yang lain; wanita suku A tidak boleh menikah
dengan lelaki dari suku C. Karena, dalihnya, sang wanita akan lebih dominan
sehingga rumah tangga bisa berantakan. Dan masih banyak lagi dalih-dalih
lainnya. Padahal, jauh-jauh hari, sejak empat belas abad yang lalu, Rasulullah
Saw yang mulia itu sudah mewasiatkan dengan amat baik dan masyhur di antara
kita. Nikahilah wanita karena paras, keturunan dan harta. Tapi, pilihlah yang
paling baik agamanya. Karena hanya dengan baiknya agama itu, sebuah keluarga
akan bahagia-barakah, sakinah-mawaddah dan penuh rahmah. Semoga Allah Swt
melindungi kita dari sekian banyaknya syubhat penunda pernikahan. Sekali lagi,
tak ada kata terlambat. Yang terpenting adalah segera mengeksekusinya ketika
peluang itu datang. Karena peluang, tak mungkin datang dua kali. Bersegera juga
menjadi sebuah semangat. Karena ajal, bisa datang seketika. Harapannya, kita
tak meninggal dalam keadaan membujang. Karena amat banyak “kerugian” yang
diperoleh jika mengulur-menunda sehingga tak bersegera. Di samping itu, ketika
anda mati dalam keadaan membujang -sebagaimana berlaku pada beberapa suku di
negeri ini- di tempat pemakaman anda akan diikat seekor ayam -yang berlainan
jenis kelaminnya- yang diasumsikan sebagai pasangan hidup anda di alam kubur.
Mau? Saya tidak, dech! Penulis: Ustadz Pirman
Sumber: http://sriapriyantihusain.blogspot.co.id/2014/09/jodoh-kematian-dan-rezeki-adalah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar