Kemiskinan dan kekayaan. 2
kata yang simpel, saling berlawanan, dan pastinya memiliki makna yang
berbeda-beda tergantung penafsiran dari masing-masing individu. Miskin dan kaya
pada umumnya menggambarkan tingkat kesejahteraan dan status sosial di masyarakat.
Setiap manusia yang lahir ke dunia pasti memiliki kadar kepuasan atau tingkat
kesyukuran atas nikmat yang telah Allah karuniakan.
Ada seseorang yang dilihat
dari pandangan oranglain dia adalah orang yang bisa dikategorikan miskin. Namun
apakah kita bisa menjamin bahwa orang yang kita pandang sebagai orang yang
miskin tadi adalah benar-benar miskin? Atau mungkin seseorang yang kita pandang
kaya itu benar-benar kaya? Tentu saja tidak kawan. Karena yang merasakan kaya
ataupun miskinnya seseorang itu tergantung dari masing-masing individu tersebut
bersyukur atas nikmat yang telah dikaruniakan Allah kepadanya. Terkadang
manusia selalu memaknai kemiskinan dan kekayaan itu dari sisi material saja,
contohnya orang yang kaya itu punya banyak uang, kaya raya, punya rumah yang
besar, pekerjaan yang bergengsi, memiliki jabatan yang tinggi, dan lain
sebagainya. Namun apakah kita menyadari bahwa ada hal-hal lain yang sifatnya
non material?. Bukankah Rasulullah pernah bersabda yang diriwayatkan oleh
An-Nasai, Ibnu Hibban dan Tabrani bahwa “Sesungguhnya kekayaan itu adalah
kekayaan hati dan kemiskinan adalah kemiskinan hati.” Nah dari sini kita
melihat bahwa sungguh orang yang paling baik di muka bumi ini saja memaknai
kekayaan dan kemiskinana adalah kekayaan hati dan kemiskinan hati. Lantas
apakah kita hanya sebagai manusia biasa menganggap bahwa kemiskinan dan
kekayaan itu dilihat dari sisi material saja? Tentu saja tidak. Kemiskinan hati
adalah penyakit berbahaya. Orang miskin hati bisa mengumpulkan harta tanpa
memperdulikan halal atau haram. Tidak jarang mereka berani menipu dalam bisnis,
mengurangi timbangan, mencuri, atau bahkan melakukan kecurangan-kecurangan yang
tentunya bertentangan dengan ajaran agama. Allah tidak pernah menjadikan
kekayaan dan kekurangan yang meliputi kondisi seseorang sebagai bentuk peniaian
kemuliaan atau kerendahan derajatnya di sisi Allah. Namun itu semua adalah
ujian atau cobaan yang Allah berikan kepada setiap hamba-nya karena yang
menentukan baik buruknya seseorang dilihat dari tingkat ketaqwaannya kapada
Allah. Karena kekayaan yang sifatnya material hanya merupakan bekal, hanya
merupakan wasilah bagi seseorang menuju akhirat. Meskipun kepentingan di dunia
juga selaknya dipenuhi namun kepentingan akhirat jauh lebih penting dan harus
dipenuhi. Kemiskinan adalah kebalikan dari kekayaan. Meskipun dua hal ini
sangat berbeda, namun kita harus menempatkan fenomena miskin dan kaya sebagai
realitas yang harus bersinergi. Islam mewajibkan setiap muslim untuk
berpartisipasi menanggulangi kemiskinan sesuai dengan kemampuan dan porsi
masing-masing. Keterlibatan seorang muslim dalam memberantas kemiskinan adalah
salah satu bentuk tanggungjawab pribadi muslim dalam menyucikan jiwa, harta,
serta keluarganya. Di sinilah kemudian Islam sangat mengajarkan solidaritas
sosial untuk kesejahteraan bersama. Kemiskinan dan kekayaan tidak ada bedanya
di mata Allah, yang membedakan manusia di hadapan Allah hanyalah tingkat
ketaqwaan. Sejauh mana kita bersyukur atas karunia-Nya, sabar, ikhlas, berdo’a,
ikhtiar, tawakal dan ridha atas taqdir yang ditentukan-Nya, maka sejauh itu
pula makna dari kemiskinan dan kekayaan yang dirasakan oleh setiap hamba-Nya.
Sumber: http://sriapriyantihusain.blogspot.co.id/2014/10/menyibak-makna-di-balik-kemiskinan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar