Wahai jiwa yang
tenang!
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridaiNya
Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaKu
dan masuklah ke dalam surgaKu
(Al Fajr 27-30)
Mitra Muslim - Kudengar ayat itu dari murobbiyah pertamaku di waktu SMP. Seorang mahasiswi
tingkat pertama yang rajin sekali berbagi di hadapanku pada hari Jum’at.
Pembawaannya yang ceria dan suka bercerita membuatku jatuh cinta padanya.
Kefasihannya dalam membaca Al Qur’an adalah sumber kerinduan untuk berjumpa
dengannya.
Dialah yang mengajakku untuk menunaikan dua ibadah sunnah yang utama, Dhuha dan
Tahajjud. Dialah yang mengingatkanku tentang pentingnya berbakti kepada kedua
orang tua. Dialah yang tak malu-malu menasihatiku untuk tidak berpacaran.
Dialah yang menuntunku untuk menjauhi hal-hal yang meragukan.
Seluruh ajakan, pengingatan, nasihat, dan tuntunan yang telah dia berikan
membuatku mengerti tugasku yang sebenarnya di dunia ini. Tugas yang telah
melekat sejak dulu hingga kelak aku menghadapNya: menjadi hamba Allah yang
berjiwa tenang. Sungguh, tangga-tangga menuju surga itu telah kubangun melalui
lisan dan perilakunya!
Ternyata, pembangunan tangga-tangga menuju surga tak berhenti. Terus berlanjut
hingga aku berada di SMA. Murobbiyahku berganti. Dia amat berbeda dengan
murobbiyahku yang dulu. Lebih tegas, namun tetap lembut. Lagi-lagi,
kefasihannya dalam membaca Alquran membuatku kagum. Kehadirannya dalam
pertemuan pekanan nyaris tak pernah tergantikan. Padahal, dia juga seorang
aktivis dakwah kampus yang padat dengan berbagai kesibukan dan agenda.
Pada sebuah kesempatan, dia mengulas ayat ini:
Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri,
kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu
khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah
lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di
jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (at Taubah 24)
Seketika kutersentak. Baru kutahu, ternyata cinta kepada Allah, Rasul, dan
Jihad harus didahulukan daripada cinta-cinta yang lain. Alhamdulillah, aku
menyadari itu lewat perantaraannya.
Melalui lisannya, dia menyemangatiku untuk mulai berdakwah di jalanNya. Melalui
teladannya, dia mengajakku untuk menjadi da’iyah yang profesional dan berwawasan
luas. Melalui semangatnya, dia menyeruku untuk teguh menapaki jalan dakwah ini.
Lisannya, teladannya, semangatnya adalah bahan untuk membangun pondasi
kecintaanku terhadap jalan dakwah. Hingga saat ini, aku masih mencintai jalan
ini dan berusaha untuk teguh menapakinya meski tertatih. Sungguh, tangga-tangga
menuju surga itu semakin meninggi lantaran seruanmu kepadaku untuk meninggikan
kalimat Ilahi! []
Penulis : Ayu Novita Pramesti
Depok
http://www.bersamadakwah.com/2013/10/membangun-tangga-tangga-menuju-surga.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar